Selasa, September 17, 2013

Omong Kosong !!

Dulu kamu bilang : "Katakan tidak untuk KORUPSI !!!"  Berkali-kali kamu katakan itu....Tapi nyatanya apa yang terjadi? Justru kamu orang  pertama yang melakukan itu....! Kamu orang pertama yang masuk penjara... Sedih !

Dulu kamu rajinnnnn banget turun ke jalan, sambil teriak : "Aku benci KORUPTOR !" Jalan-jalan kamu tutup dengan ban-ban yang dibakar menggumpalkan asap-asap sambil kamu menyanyikan yel-yel : "Gantung para KORUPTOR !!!" Nyatanya??? Justru kamu yang paling sering nyontek kalau ujian di kampus, justru kamu juga yang "Nitip Absen" kalo kamu gak bisa masuk kuliah, tapi lebih milih turun ke jalan yang katanya 'menyuarakan hati nurani rakyat'. Miris !!!

Dulu dalam diskusi-diskusimu kamu sering bilang : "Kampret tuh parah KORUPTOR !! Mau jadi apa bangsa ini jika semua dipenuhi oleh perampok??" Berulang-ulang kamu katakan itu.....tapi nyatanya?? Justru kamu yang juga menyogok puluhan juta rupiah saat mau masuk kerja sebagai abdi negara. Ironi !!!

Dulu kamu bilang : "Rakyat sudah muak dikibuli dan dirampok oleh tikus-tikus jahanam !!!" Nyatanya??? justru kamu melakukan 'serangan fajar' menyuap rakyat dengan sembako 1 plastik dengan harapan kamu dipilih sebagai kades ? Capek !!!

Dulu kamu bilang : " Basmi KORUPSI di negeri ini!!!" Nyatanya??? kamu orang pertama yang melakukan pemalsuan kwitansi untuk sebuah perjalanan dinas di kantormu. Mhh....! 

Dan banyak sekali kata-katamu, kalimat-kalimatmu anti KORUPSI, seolah kamu ini malaikat utusan dari surga....nyatanya ??? Semua hanya OMONG KOSONG !!! Kamu  sama saja dengan yang lainnya. Mari mengoreksi hati. Supaya kita tidak termasuk "Maling teriak Maling".

@karampuang-siangpanas

Rabu, Juni 12, 2013

Perempuan Berhati Nurani Murni

Siapa yang tidak kenal Angelina Sondagh, Vena Melinda, Inggrid Kansil, Rahel Mariam, Rieke Diah Pitaloka, Wanda Hamidah atau Oki Asokawati ? Mungkin diantara kita akan menjawab mereka adalah artis-artis papan atas Indonesia. Jawaban itu tidaklah salah, tetapi jangan lupa bahwa saat ini kiprah perempuan-perempuan ini juga sebagai anggota legislatif, meski ada diantaranya telah dinonaktifkan karena keterkaitannya dalam kasus korupsi. Kelebihan dari perempuan-perempuan cantik ini karena sebelum menjadi anggota legislatif, masyarakat telah mengenalnya terlebih dahulu di dunia seni. Jika dahulu kehadiran mereka dapat kita saksikan dilayar kaca dengan mempertontonkan keahlian mereka di bidang seni, tetapi kini kita masih dapat menyaksikan mereka juga dilayar kaca tetapi dengan pertunjukan yang berbeda yaitu menyuarakan aspirasi masyarakat dibawa naungan partai dimana mereka menjadi kader.

Perempuan-perempuan yang berkiprah dilegislatif, tidak semata hanya dari kalangan artis saja, tetapi banyak juga dari kalangan orang biasa. Bahkan dari tahun ke tahun quota legislatif untuk perempuan terus bertambah. Jika dalam pemilu tahun 1999, jumlah keterwakilan perempuan hanya sebesar 9% saja, tetapi pada tahun 2004 meningkat menjadi 101 orang, atau hanya 11%. Kemudian pada pemilu berikutnya yaitu pada tahun 2009 persentasi ini naik sebanyak 6%  menjadi 17 %. Meski saat itu, digadang-gadang bahwa keterwakilan perempuan di parlemen mencapai 30% tetapi pada kenyataannya hal tersebut tidak tercapai. 

Apapun alasan tidak sampainya kuota tersebut untuk kaum hawa, cerita lain bahwa perempuan telah menjadi bagian penting bagi sejarah parlemen di Indonesia. Dalam proses demokrasi di negara ini, persoalan partisipasi perempuan juga merupakan prasyarat mutlak bagi terwujudnya demokrasi yang lebih bermakna di Indonesia. Selain itu meningkatnya kesempatan bagi perempuan Indonesia untuk berpartisipasi dalam politik sesuai dengan amanat Undang-Undang No,31 Tahun 2002 tentang Partau Politik dan Undang-Undang No.12 tahun 2003 tentang Pemilu. Ini berindikasi bahwa perempuan dapat berkarya dan partisipasi dalam segala bidang termasuk di legislatif.

Dalam sejarah peradaban manusia, perempuan selalu menjadi warga negara kelas dua (minoritas) meski dalam kuantitatif jumlah penduduk dunia, perempuan merupakan posisi pertama. Bahkan dalam budaya, perempuan selalu diidentikkan hanya sebagai pelengkap penderita bagi kaum laki-laki. Namun perjuangan kaum feminis untuk mengangkat derajat kaum perempuan tidak pernah berhenti, sehingga menempatkan perempuan pada posisi yang sama dengan laki-laki sekaligus juga sebagai penentu keputusan penting. Ini bisa terlihat dari banyaknya perempuan yang berkarier dan menempati posisi-posisi penting dalam sebuah institusi. Bahkan dalam pmerintahan (eksekutif), yudikatif hingga legislatif, ‘perempuan’ bukan lagi kaum yang ‘aneh’ di tempat-tempat tersebut. Artinya kini perempuan telah diakui ‘setara’ dengan kaum laki-laki. Badan dunia Inter Parliamentary Union (IPU) mencatat bahwa sebanyak 19,1% anggota parlemen adalah perempuan (akhir tahun 2010). Hal ini sebenarnya merupakan progres yang dinilai lambat karena 10 tahun yang lalu yaitu tahun 2000 keterwakilan perempuan dalam legislatif sudah diangka 13%. Tetapi sebanyak 43 parlemen telah memenuhi target PBB untuk memiliki 30% anggota perempuan. Sementara dua negara telah memiliki kepala parlemen perempuan untuk pertama kalinya yaitu Mozambigue dan Tanzania (sumber:www.dpr-ri-berita).

Tetapi yang kemudian menjadi pertanyaan penting adalah seberapa jauh peran perempuan tersebut dalam legislatif? Apakah karena jaman telah menuntut keterwakilan perempuan sehingga perempuan itu harus ada, ataukah kehadiran mereka tersebut seharusnya bisa memberikan sumbangsi positif bagi pembangunan bangsa? Besar atau kecilnya secara kuantitatif keterwakilan perempuan pada parlemen bisa jadi menjadi persoalan dalam penentuan suara, hanya saja yang terpenting adalah jika perempuan yang ‘hadir’ disitu benar-benar sebagai perempuan yang bisa “bersuara”. Karena itu sangat dibutuhkan perempuan yang memiliki kualitas, baik dari segi intelektual maupun skill. Karena bagaimana pun juga peranan kaum ini bagaikan saluran air yang telah terbuka lebar sehingga perjuangan akan lebih mudah dilakukan untuk dapat sampai pada posisi ‘melawan’ patriaki terutama dalam keputusan-keputusan penting dalam sidang-sidang baik di komisi maupun paripurna. Kaum perempuan juga wajib memiliki suara vokal dan kritis untuk setiap persoalan yang dibahas. Dan tentunya hal ini tidak dapat diperoleh dalam waktu yang singkat.Diperlukan pembelajaran yang panjang baik secara formal maupun non formal. 

Kehadiran perempuan di parlemen bukan saja karena “latah” atau karena sudah memiliki nama yang tenar terlebih dahulu, atau memang karena ingin mencari pekerjaan karena tergiur dengan gaji yang tinggi. Apapun alasan motivasi, kembali lagi bahwa orang-orang yang duduk diparlemen (khususnya perempuan) sepantasnya adalah orang-orang yang bermutu. Bermutu tidak hanya dalam taraf intelektual dan skill tetapi juga bermutu dalam hal mental. 

Mengapa demikian? Karena berkarya di parlemen, sama saja berkarya di tempat kerja lainnya. Pasti dituntut ada hasil kerja yang memuaskan, ada tekanan-tekanan pekerjaan. Dan hanya membedakan karena dilegislatif, seluruh masyarakat Indonesia yang akan menjadi ‘hakim’ bagi setiap anggota parlemen untuk apa yang sudah mereka kerjakan. Disamping itu perempuan juga sangat rentan untuk diposisikan pada tempat yang tidak nyaman alias intrik-intrik yang penuh dengan tekanan. Contoh kasus Angelina Sondagh dan Waode, dua perempuan mantan legislatif yang terlibat kasus korupsi yang sedang menjalani putusan pengadilan. Mungkin kebetulan saja mereka adalah perempuan, tetapi pengalaman ini hendaklah bisa menjadi pembelajaran berharga bagi legislatif perempuan lainnya untuk tetap berjalan pada koridor yang benar sekalipun harus meng’hianati’ partai. Sulit memang, tetapi itulah sebuah perjuangan yang sesungguhnya. Karena saat ini Indonesia membutuhkan sosok-sosok yang memiliki hati nurani yang murni untuk perjuangan bangsa dan negara. Semoga itu masih ada. Maju terus perempuan-perempuan Indonesia (IJ).

Senin, Juni 03, 2013

Arti Sebuah Penolakan

Setiap ke gedung ini, badanku selalu lemas. Pulangnya juga pasti lemas. Entah mengapa. Bayang-bayang penolakan selalu saja menghantui. Penolakan tidak diterima. Sungguh...menyakitkan sekali jika kita ditolak. Dalam hal apapun. mulai dari saat dari dalam orok.Kadang ada yang menolaknya. Akhirnya kalauer pun tetap hidup namun efek sampingnya tetap terasa bagi orok itu setelah tumbuh menjadi manusia. Ditolak saat melamar pekerjaan, ditolak orang yang dinaksir, di tolak saat pengajuan judul tesis, ditolak dosen pembimbing, serta banyak penolakan-penolakan lainnya membuat kadang kita menjadi frustasi. Meski kadang jika sudah mengalami hal itu hanya kata ‘sabar’ saja yang kita kerap dengar. Masalahnya telinga ini sudah sering mendengar kata-kata itu.

Jujur, orang yang tidak mengalami masalah seperti yang kita alami, pasti mudah mengatakan kata sabar, semua ada hikmahnya. Harus tetap semangat, bla bla bla....Tapi bagi yang mengalami, untuk bangkit dari sebuah penolakan yang maha dasyat saja susahnya maha dasyat juga. Butuh ekstra kuat, hati kuat, jiwa kuat dan semuanya harus kuat. Karena untuk sebuah pemulihan hati butuh waktu yang tidak instan. Kadang jika ingat lagi masalah itu, hati mulai sakit lagi. Ya itulah hati manusia yang terbuat dari kristal, retak sedikit, akan sulit memperbaikinya, apalagi jika sampai pecah???

Tetapi, kembali lagi jangan putus asa kawan. Yakinlah bahwa setiap masalah diizinkan terjadi oleh Sang Kuasa untuk mendatangkan kebaikan. Ya tidak ada sesuatu yang tidak baik yang kita alami tanpa sesuatu yang baik di baliknya. Suatu masa kita akan mengerti semuanya.

@Bulaksumur, gerimis.

Selasa, Mei 28, 2013

Ketika Kita Mulai tidak Sejalan

Dalam sebuah hubungan, baik itu pertemanan, persahabatan, pacaran, suami istri atau hubungan apapun itu, alangkah indahnya jika kita seiring. Dalam artian, tidak banyak hal yang berbeda diantara dua pihak. Tetapi jika mulai ada yang berbeda maka mulailah awal konflik tumbuh.

 Banyak teori mengatakan justru baik jika ada perbedaan, karena itu akan menumbuhkan demokrasi. Akan membuat kita saling menghargai satu sama lain karena perbedaan itu. Tapi apa iya diantara kita mau mengalah?? Yang namanya manusia, egonya akan selalu tinggi. Pendapat yang tidak diterima bisa jadi akan membuat tersinggung. Pemaksaan pendapat kepada pihak lain juga justru akan membuat hubungan itu semakin kacau. Lalu bagaimana caranya ya supaya bisa tetap seiring sejalan tanpa konflik yang lebih mendalam??

Siapapun akan susah menjawab masalah ini. So? Kembali ke diri masing-masing. Jika masih mau melanjutkan hubungan ini, toleransi sangat dibutuhkan. Saling menghargai sangat dinantikan. Saling mengalah untuk mencapai sebuah kemenangan bersama sangat diharapkan. Jika tidak mampu menjalankan itu....mari kita berpikir untuk mengakhiri hubungan ini. @bulaksumur-Library

Kumpulan Artikel

'........melihat, mengamati,merasakan, dan menuangkannya dalam tulisan.....'