Jumat, Oktober 19, 2007

Radio, Sebuah Solusi Alternatif?

“….Saya Andri Wongso, motivator nomor satu Indonesia. Succes is My Life. Salam Sukses Luar Biasa.” Kata-kata pamit dari Andre Wongso setelah memberikan tips-tips menjadi sukses ini, sudah akrab ditelinga pendengar radio Smart FM seperti Wiwin, 34 tahun, seorang wiraswasta. Baginya mendengar radio ini khususnya program membangun wirausaha akan sangat membantu memotivasi dirinya dalam bekerja. Tetapi tidak demikian dengan Eni, 33 tahun, ibu rumah tangga. Dia lebih memilih program radio yang membahas masalah-masalah wanita. Alasannya, dia bisa mendapatkan berbagai informasi seputar masalah kewanitaan. Lain lagi dengan Reza, 34 tahun, bekerja di sebuah perusahaan swasta. “Saya lebih suka mendengar radio Delta FM. Programnya menarik juga lagu-lagunya sebagian besar sesuai dengan selera saya”, begitu pendapatnya. Sementara saya sendiri, jika ditanya radio favorit yang sering kudengar maka saya akan menjawab, radio Trijaya FM. Mengapa?

Radio ini sarat dengan berbagai informasi terkini. Jika tidak sempat membaca surat kabar nasional maupun lokal seperti, Kompas, Sindo, Manado Post atau Komentar, maka saya bisa menyimak bahasan head line-nya setiap pagi dalam program To days News di radio tersebut. Di radio yang sama juga, saya bisa mengikuti berita-berita televisi yang disiarkan RCTI seperti Nuansa Pagi, Seputar Indonesia dll, jika saya tidak sempat menonton televisi. Nah, Anda yang suka mendengarkan radio mungkin juga mempunyai pilihan radio yang sama atau bahkan berbeda dengan saya dan orang-orang diatas, tergantung apakah program acaranya mampu memenuhi kebutuhan Anda atau tidak. Yang jelas saat ini perkembangan siaran radio swasta sangat pesat dan program-program acaranya juga semakin beragam. Kita sebagai khalayak tinggal memilih mana yang kita minati.

Berbicara soal perkembangan radio, tidak terlepas dari perkembangan media massa secara umum (surat kabar, televisi dll) yang begitu pesat dewasa ini. Hal ini disebabkan kebutuhan masyarakat akan informasi yang juga semakin besar. Dengan makin mudahnya informasi diperoleh dari sebuah media, maka semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan media tersebut. Apa lagi saat ini untuk memperoleh informasi relatif lebih mudah dan murah.


Beberapa tahun lalu, saat saya masih bekerja di Radio SPFM Makassar, radio ini bekerja sama dengan Unesco Office Jakarta melakukan riset khalayak pendengar radio di kota Makassar dengan 1000 responden. Hasil riset menyimpulkan 83,5 % responden menyisakan waktunya untuk menonton televisi dan mendengar radio. Atau dari 1000 orang, 835 diantaranya setiap hari mendengar radio dan menonton televisi. Adapun tujuan responden memanfaatkan media elektronik ini cukup beragam mulai dari untuk memperoleh informasi dan hiburan sampai hanya untuk mengisi waktu luang. Sementara hasil riset ini juga menyimpulkan bahwa sebagian besar responden paling meminati informasi/berita melalui radio dan televisi. Dari sini dapat dikatakan media massa khususnya radio dan televisi telah menjadi kebutuhan mutlak dari masyarakat. Keduanya sudah menjadi penyedia kebutuhan informasi berita dan juga hiburan yang dapat dinikmati kapan dan di mana saja. Khusus media Radio, peran dan pengaruhnya saat ini sangat kuat. Apalagi radio mempunyai karakter yang sangat cepat (aktual), murah dan memiliki daya jangkau yang lebih luas serta mampu memncapai sasaran dalam jarak jauh tanpa ada batasan ruang, waktu dan letak geografis suatu tempat. Radio juga mampu mengubah sikap, pendapat, tingkah laku sekaligus spiritual individu atau kelompok dalam waktu yang relatif singkat. Disamping itu dapat dinikmati sambil melakukan pekerjaan lain misalnya mendengar radio sambil menyetir mobil, memasak, membaca, dll.

Perkembangan siaran radio khususnya di kota-kota besar sejak reformasi digulirkan sangat cepat dan pesat. Saat ini siaran radio bukan saja sebagai media hiburan yang hanya menyiarkan lagu-lagu saja, tetapi juga sebagai media penyebaran informasi/berita. Kalau di zaman Orde Baru berkuasa berita-berita radio baik bersifat nasional maupun lokal hanya diproduksi oleh Radio Republik Indonesia (RRI) stasiun pusat dan daerah yang kemudian disebarluaskan atau direlay oleh semua radio siaran swasta, karena itu hukumnya ‘wajib’. Kini hal itu tidak lagi berlaku. Radio siaran swasta sekarang juga telah memproduksi siaran berita sendiri. Mereka kini mempunyai Tim Redaksi sendiri layaknya di media cetak maupun televisi. Juga memiliki reporter/wartawan untuk mengumpulkan berita. Dalam sebuah wawancara di sebuah radio swasta belum lama ini, Kepala Siaran Indonesia Radio BBC menjelaskan sejak tahun 1998, BBC telah melakukan kurang lebih 40 kali pelatihan tentang jurnalistik radio secara gratis untuk radio-radio siaran swasta lokal di Indonesia. Tujuan pelatihan ini untuk membantu radio-radio di Indonesia mengembangkan tim pemberitaan mereka Beberaba badan dunia atau radio asing juga melakukan hal yang sama, seperti Unesco, Internews, VOA (Voice of America), Deutsche Welle (Jerman) dll.

Perkembangan siaran radio khususnya di kota-kota besar sejak reformasi digulirkan sangat cepat dan pesat. Saat ini siaran radio bukan saja sebagai media hiburan yang hanya menyiarkan lagu-lagu saja, tetapi juga sebagai media

Dan untuk mempermudah serta memperkuat penyebaran informasi/berita ini, radio-radio yang berpusat di Jakarta membangun networking atau berjejaring dengan radio-radio lokal di kota-kota lain. Bahkan tidak sedikit yang membangun radio di kota lain dengan nama yang sama. Sebut saja Smart FM yang tidak hanya ada di Jakarta saja, tapi juga di Balikpapan, Makassar, Manado dan beberapa kota besar lainnya. Atau radio Delta FM, Trijaya FM, Prambors FM, Female FM, Hard Rock FM dll. yang melakukan hal yang sama. Ada juga, Kantor Berita Radio (KBR) 68H Jakarta yang memiliki jaringan dengan puluhan radio lokal daerah sehingga dalam menyebarkan informasi/berita produksi mereka, bisa sampai ke pelosok kabupaten di seluruh Indonesia.
Beberapa radio juga bekerjasama dengan televisi swasta dalam rangka penyebaranan informasi. Seperti yang dilakukan radio Trijaya FM yang merelay program acara berita RCTI. Ini makin memudahkan khalayak yang tidak sempat menonton berita ditelevisi tapi bisa mendengarkannya dari radio. Siaran Radio luar negeri juga tidak ketinggalan. Sebut saja Radio BBC London (Inggris), Radio Nederland, Radio Australia dll ikut meramaikan siaran pemberitaan di tanah air. Biasanya radio-radio ini bekerja sama dengan radio lokal untuk penyebarluasan berita mereka yang telah dikemas dalam bahasa Indonesia (karena banyak juga orang-orang Indonesia yang bekerja di situ). Sehingga masyarakat Indonesia dapat menikmati juga berita-berita dari belahan dunia lain. Bahkan beberapa stasiun radio swasta terutama di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Bali juga telah memiliki layanan real-audio yang dapat diakses dari situs web radio-radio tersebut. Sehingga seorang pendengar di Papua misalnya bisa menyimak siaran radio FM yang ada di pulau Jawa dengan menggunakan internet. Demikianlah saat ini radio menunjukan eksistensinya yang semakin kuat ditengah persaingan merebut hati pendengar. Karena itu sebuah perusahaan radio harus bekerja keras untuk dapat memberikan yang terbaik, tercepat, aktual dan menarik. Karena jika tidak, maka dengan mudahnya khalayak menggerakkan tangan memutar tombol positioning dan segera pindah ke frekuensi lain atau bahkan beralih ke media lain.

Radio juga sudah dianggap salah satu media alternatif dalam menyampaikan aspirasi masyarakat. Pengalaman bekerja di radio membuat saya berpendapat demikian. Banyak kesempatan, jika ada gejolak aksi masyarakat (mahasiswa,buruh,warga dll) yang menuntut sesuatu kepada pemerintah misalnya memprotes kenaikan harga BBM, menuntut kenaikan Upah Minimum Propinsi atau tidak puas dengan pemerintahan sekarang dan sejumlah aspirasi lainnya kadang mereka menelepon ke redaksi untuk memberitahu akan ada aksi turun ke jalan dan minta diliput. Atau mereka hanya sekedar mengirimkan aspirasi mereka melalui fax ke redaksi.
Tidak hanya masyarakat, institusi pemerintahan, swasta sampai partai politik juga melakukan hal yang sama. Mereka tahu betul bahwa radio salah satu tempat menyampaikan pendapat dan aspirasi yang kemudian dapat disebarluaskan kepada masyarakat luas. Apalagi saat ini informasi dari media radio tidak hanya sebatas kemasan berita saja namun juga makin beragam. Sebagai contoh program acara berbentuk Talk Show dengan berbagai nara sumber yang berkompeten dan membahas berbagai masalah/topik yang sedang hangat mulai dari masalah hukum, sosial budaya, ekonomi, pendidikan, kesehatan, ibu dan anak, wanita, remaja, hingga soal psikologi sampai seks. Sering juga pendengar ikut dilibatkan dengan memberi tanggapan melalui line telepon atau SMS, sehingga dapat langsung menyampaikan pendapat dan isi hati mereka kepada narasumber atau kepada institusi tertentu. Acara-acara yang bisa menuangkan uneg-uneg atau menyampaikan langsung masalah semacam ini yang justru paling banyak diminati pendengar. Dan jika ada satu masalah aynag diangkat dan dibahas di’udara’ tidak sedikit ada jalan keluar/solusi yang dicapai. Atau minimal si empunya masalah sedikit ‘puas’ jika masalahnya dapat dibahas.

Disadari atau tidak dari pengalaman diatas, masyarakat meyakini betul bahwa radio bisa dipakai dalam penyampaikan aspirasi/keluhan/masalah/masukan sekali-gus mampu mempengaruhi khalayak yang mendengarkan radio. Khalayak juga akan merasa kehilangan terhadap sesuatu yang dianggap telah menjadi salah satu kebutuhan mereka (kebutuhan akan informasi, hiburan dll) jika hal tersebut tiba-tiba hilang. Disamping itu khalayak juga telah mengganggap radio sebagai media yang bisa memberikan jalan keluar dari berbagai masalah yang dihadapi. Ya, radio kini telah menjadi sebuah alternatif bagi masyarakat tidak hanya akan informasi dan hiburan, tetapi juga solusi.


Sabtu, Oktober 13, 2007

Dua Anak cukup = Dua Anak Lebih Baik

'Banyak anak banyak rezeki’, begitu kata seorang teman kepadaku saat kelahiran anaknya yang ke 5. Saya tidak tahu persis apa dia mengatakan hal itu karena memang merasa semakin banyak anak, rezekinya semakin bertambah atau kalimat itu hanya dipakai sebagai alasan karena dia dan isteri tidak menyangka bakal mempunyai anak ke 5 lagi (karena menurutnya anak kelima mereka ini sama sekali tidak direncanakan). Ataukah temanku yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil ini hanya ikut-ikutan latah mengucapkan kata-kata ini yang sudah sering didengar sejak zaman dahulu kala. Entahlah, hanya dia yang tahu jawabannya.

Tapi kalau saya yang harus menjawabnya, pasti saya akan bertanya kembali, masak sih banyak anak banyak rezeki? Terus terang saya tidak yakin. Karena berdasarkan pengalaman pribadi, kalimat itu tidak memberikan bukti bagiku. Keluargaku bisa dikatakan keluarga besar, orang tuaku memiliki 7 orang anak, saya anak paling bungsu. Bapak bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Ibuku yang hanya sebagai ibu rumah tangga biasa. Dan semakin banyak anaknya semakin sulit terasa hidup ini, karena semua anaknya butuh sekolah, butuh makan, butuh keperluan lain-lain yang tidak mungkin dipenuhi hanya dengan gaji seorang pegawai negeri seperti bapak. Hidup ini semakin runyam kurasakan saat bapak meninggal dunia disaat kami anak-anaknya semua masih sekolah. Ada yang masih kuliah, SMA, dan aku sendiri masih SMP. Saat itu yang kupikir hanya satu yang penting bisa tamat sekolah sampai SMA saja sudah beruntung sekali dari pada harus putus sekolah ditengah jalan. Singkat cerita dengan susah payah karena faktor ekonomi akhirnya saya bisa tamat SMU dan juga tamat sarjana, meski kakak-kakakku ada yang hanya tamat SMA saja. Dalam hati aku selalu berandai-andai seandainya bapak ibuku punya 2 anak saja, mungkin anak-anaknya bisa menikmati pendidikan dengan baik dan berbagai keperluan bisa teratasi. Dari pengalaman inilah yang membuatku selalu berjanji nanti kalau sudah menikah jangan sampai punya anak banyak seperti orangtuaku, dua anak saja lebih baik.

Mungkin pengalamanku diatas tidak dialami orang lain yang juga memiliki keluarga besar, atau justru banyak orang yang bernasib sama sepertiku. Tapi ada baiknya pengalaman ini menjadi bahan perenungan. Apalagi saat ini meski pembangunan sedang berjalan, namun ketimpangan ekonomi di berbagai sektor masih saja terjadi. Kemiskinan sangat dekat dengan berjuta orang di negeri ini. Pengangguran setiap tahun makin bertambah, pengemis, anak jalanan dan gelandangan juga makin banyak, namun tidak mampu ditangani dengan tuntas oleh pemerintah. Pendidikan yang dipercaya dapat mengangkat bangsa ini dari kemiskinan juga biayanya semakin hari semakin melambung, yang hanya terjangkau oleh kalangan ekonomi menengah keatas. Akibatnya banyak remaja yang tidak bisa melanjutkan sekolah mereka dan memilih menikah serta mempunyai banyak anak tanpa memikirkan apa yang terjadi dengan anak-anak mereka sebagai generasi penerus 20 tahun mendatang. Sehingga pertumbuhan dan kepadatan penduduk sulit dikendalikan. Apalagi saat ini jumlah penduduk Indonesia mencapai sekitar 253 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk 1,3 % pertahun. Bisa dibayangkan pertumbuhan penduduk Indonesia terbilang sangat cepat. Dari data Badan Pusat Statistik menunjukkan penduduk usia belum bekerja (0-18 tahun) lebih banyak dibanding usia produktif (yang sudah bekerja). Hal ini mengakibatkan beban ekonomi semakin berat. Sehingga wajar terjadi ketimpangan ekonomi dan masalah sosial pada penduduk.

Apa yang harus kita lakukan? Tidak ada jalan lain selain mengendalikan angka pertumbuhan penduduk. Program pemerintah yaitu Keluarga Berencana (KB) dengan slogan ’Dua Anak Cukup’ yang sangat akrab dulu ditelinga kita harus terus digalakkan. Mengingat saat ini sosialisasi seperti itu tidak lagi segencar dulu. Kalau dulu ditahun 70-an, iklan layanan masyarakat tentang KB sangat sering disiarkan baik itu melalui televisi, radio, surat kabar, majalah, baliho-baliho di jalan, sampai pada lempengan uang Rp 5,- tertera gambar pasangan ayah dan ibu serta 2 orang anak mereka. Saya masih ingat waktu SD diakhir tahun 70-an, Lagu ’kebangsaan’ KB selalu terdengar melalui radio dan televisi. Bahkan sangking seringnya mendengar lagu itu, sampai saat ini saya masih ingat irama lagunya meski syair-syairnya sudah tidak hafal. Jaman sekarang, apa anak SD tahu lagu itu? Saya yakin sama sekali tidak, yang mereka tahu hanya lagunya kelompok band Ungu, Peterpan, Samsons dll. Karena hanya itu yang mereka sering dengar. Kini sosialisasi semacam itu sudah jarang ditemui. Kalaupun ada iklan alat kontrasepsi seperti kondom, hal itu lebih ditujukan untuk pencegahan penyakit menular yang berbahaya seperti HIV/AIDS. Mungkin di era tahun 70-an media yang ada TVRI dan RRI yang adalah milik pemerintah sehingga iklan-iklan pemerintah seperti KB dapat dengan mudah disiarkan. Sedangkan jaman sekarang, media swasta makin banyak, butuh dana yang tidak sedikit untuk mengiklankannya di media-media tersebut. Faktor lain karena banyak orang berpikir bahwa budaya keluarga kecil dan terencana yang digalakkan pemerintah dulu sudah mendarah daging dan teringat terus, padahal generasi ini telah berganti dan berubah sehingga perlu pengetahuan baru tentang keluarga kecil sejahtera. Faktor lain yang menyebabkan sosialisasi KB kini terasa awam bagi masyarakat, juga sangat dipengaruhi peran pemerintah daerah (akibat otonomi daerah) sangat minim terhadap masalah ini. Di daerah justru yang heboh antara lain masalah Pilkada, jarang sekali orang membahas masalah KB.

Menteri Kependudukan Nasional dan Komisi Keluarga Berencana China, Zang Weiging berkata bahwa negaranya pernah belajar dari Indonesia pada tahun 70-an soal program KB yang dinilai sukses dalam menekan angka kelahiran. Bahkan kalau di Indonesia ’Dua Anak Cukup’, di negara terpadat penduduknya didunia ini menerapkan ketentuan yang sangat ekstrim yaitu ’Satu Keluarga, Satu Anak’. Dan jika ada keluarga yang memiliki lebihdari 1 anak, maka mereka akan dikenakan denda dalam bentuk pajak. Dan hasilnya berbuah manis, negara tirai bambu ini mampu mengurangi jumlah angka kelahiran anak dan hal ini pula yang mendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara ini. Kini di China sudah diperbolehkan memiliki dua anak, bahkan pemerintah akan memberikan tunjangan jika ayah dan ibunya sama-sama adalah sarjana berpendidikan tinggi. Karena dengan demikian keluarga ini dapat menghasilkan generasi menerus yang unggul. Bisa dibayangkan, keluarga dengan pendidikan yang tinggi, tentu memiliki tingkat ekonomi yang tinggi pula, diberikan lagi tunjangan kesejahteraan dari negara, hasilnya tidak diragukan lagi.

Bagaimana dengan negara kita? Meski negara kita terbentur dengan masalah agama, suku, budaya dan adat istiadat yang bisa saja menghambat suksesnya penanggulangan masalah pengendalian jumlah penduduk ini, ada baiknya kita perlu belajar lagi pada China. Karena tidak ada kata terlambat untuk terus mengkampanyekan program KB ini. Apalagi slogan ’Dua Anak Cukup’ kini sudah berganti dengan ’Dua Anak Lebih Baik’ membuat orang akan berpikir bahwa disamping mempunyai 2 anak sudah cukup, tetapi mempunyai 2 anak juga akan menjadi lebih baik.

Tugas mengkampanyekan keluarga berencana bukan semata tugas pemerintah dalam hal ini BKKBN, namun tugas kita bersama. Tugas perempuan dan laki-laki. Karena selama ini kalau berbicara soal keberhasilan KB, pasti merujuk pada perempuan yang harus memasang kontrasepsi, minum pil KB, dll. Sedangkan laki-laki jarang sekali bahkan tidak pernah disorot. Oleh sebab itulah peran perempuan dan lak-laki sama besarnya. Karena meski pemerintah mencanangkan ’Dua Anak Lebih Baik’, tapi tidak dilaksanakan oleh masyarakatnya, maka hal itu hanya menjadi slogan belaka. Karena itu yang perlu dilakukan bersama adalah ’pancarkan’ kembali program KB ini melalui sosialisasi dan kampanye baik dari program pemerintah, media massa, sampai dari mulut ke mulut. Supaya program ini kembali mendarah daging dalam jiwa bangsa ini. Karena keberhasilan program KB adalah merupakan keberhasilan pembangunan ekonomi bangsa. Keberhasilan ekonomi bangsa adalah keberhasilan mensejahterahkan keluarga. Dan Keberhasilan mensejahterahkan keluarga adalah indikator sebuah negara yang makmur. Mari, Pancarkan Kembali, Dua Anak Cukup = Dua Anak Lebih Baik !

Kumpulan Artikel

'........melihat, mengamati,merasakan, dan menuangkannya dalam tulisan.....'