Merauke adalah kota yang paling selatan di Indonesia, yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Disebabkan oleh jaraknya yang dekat dengan Australia, sehingga terdapat kesamaan karakteristik alam dataran kering. Di sekitar Merauke terdapat savana, pohon kayu putih dan kangguru mengingatkan kita kepada Benua Australia. Pohon Sagu, yang merupakan sumber kebutuhan pokok, tumbuh disekitar sungai dan rawa. Merauke sendiri sangat berdebu dan panas. Turis seringkali pergi ke Merauke untuk pergi ke Asmat dengan kapal dan pesawat atau melakukan perjalanan ke kali Bian dan kali Maro. Pada level air tertentu (air pasang), kali maro akan terhubung dengan Tanah Merah, dimana Belanda mengasingkan Soekarno sebagi tahanan politik. Daerah-daerahnya berada diwilayah rendah, dan berliku-liku dan banyak sungai dan perbukitan disebelah utara yaitu pegungan jayawijaya. Pada Wilayah-wilayah pesisir pantai terdapat pohon bakau dengan pantai yang berlumpur. Merauke merupakan ibukota dari kabupaten merauke. Jumlah penduduk merauke terdiri dari 17 suku setempat dengan perbedaan bahasa dan kebudayaan. Suku-sukunya antara lain: Marind, Moraori, Kanum, Yei, Kimaam, Muyu, Mandobo, Jair, Kuruwai, Kombai, Citak, Mitak. Yaghai, Awyu, Asmat, Wiyagar and Yelmek. yang dari ke17 suku yang terdapat dikabupaten merauke ini marindlah yang merupakan suku asli yang memiliki kota merauke. Disamping itu banyak suku dari daerah lain (http://students.ukdw.ac.id/~22012777/File/kota.html).
Setelah urusan kantor selesai, seorang teman mengajakku ke perbatasan RI dan Papua Nugini (PNG). Ini merupakan kesempatan emas bagiku. Karena memang saya ingin sekali bisa sampai ke perbatasan. Apalagi untuk sampai di situ harus menyewa kendaraan atau menggunakan kendaraan pribadi. Karena tidak ada angkutan umum menuju ke wilayah itu. Mumpung ada tawaran gratis, ya… disambar saja. Iya kan? Hari itu hari Sabtu saat kita berangkat ke Sota, perbatasan RI- PNG. Sepanjang jalan menuju tempat itu hanya ada rawa dan hutan. Kita juga akan melewati kawasan hutan lindung. Kalau beruntung kita bisa saja berjumpa dengan Kanguru, hewan khas Australia yang juga banyak hidup di daerah ini. Sayang sekali kita tidak sempat bertemu hewan ini. Perjalanan kita sempat terganggu oleh perbaikan jalan. Tapi hal itu tidak membuat kita berputus asa untuk terus melanjutkan perjalanan sekitar 2 jam dengan jarak tempuh sekitar 90 km. Sebelum masuk ke daerah perbatasan terdapat sebuah sekolah SMK. Anak-anak warga negara PNG ada juga yang bersekolah di sana. Mengingat jarak tempuh ke sekolah itu cukup dekat dari Negara mereka. Setelah berjalan beberapa meter lagi, kita akan menemui sebuah pasar tradisional. Warga PNG juga sering berbelanja kebutuhan hidup mereka di pasar ini. Alat tukarnya bisa dalam bentuk rupiah, dollar Australia atau kina (obat anti penyakit malaria). Unik juga ya…!
Sota merupakan nama distrik/kecamatan yang letaknya di berbatasan langsung dengan PNG. Di wilayah ini pula, markas Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri berdiri. Tidak heran, karena wilayah ini merupakan wilayah perbatasan 2 negara, sehingga sistem keamanannya sangat diperketat dengan adanya aparat keamanan di mana-mana. Sebelum mencapai daerah perbatasan, kita akan bertemu dengan tugu kembar dengan Sabang. Tugu ini hanya ada dua di Indonesia. Satunya berada di Sabang. Setelah itu kita akan melewati gerbang perbatasan yang bertuliskan ‘Good bye, see you anotherday’, itu artinya sesaat lagi kita akan meninggalkan wilayah RI. Saya pun akhirnya sampai di tugu perbatasan RI-PNG, 0 kilo meter. Di sisi dalam tugu yang mengarah ke wilayah RI bertuliskan‘Team Survey Indon’, sedangkan sisi tugu disebelahnya bertuliskan ‘Aust Survey Team’. Di sisi lain dinding tugu bertuliskan 141 1’ 10”E , 8° 25° 45° S, 23 8 63. Sekitar 200 meter dari letak tugu merupakan tanah ‘tidak bertuan’ yang menandakan daerah perbatasan antar 2 negara. Dan selepas itu, kita akan memasuki kawasan Negara PNG.
Merauke juga sangat terkenal dengan rumah semutnya. Bayangkan saja, rumah semut itu dibangun dari gumpalan tanah oleh hewan-hewan kecil ini sampai setinggi 3 meter dengan lingkar mencapai kurang lebih 1 meter. Saya takjub saja melihat bangunan ini. Konon, setelah rumahnya selesai dibangun, hewan-hewan ini akan berpindah lagi mencari kawasan lain, dan mulai lagi membangun rumahnya yang baru (seperti kontraktor ysaja a?). Rumah semut yang masih baru, dapat dilihat dari dindingnya yang masih berwarna coklat kemerah-merahan, sedangkan rumah yang sudah tua, warnanya lebih kehitam-hitaman, seperti batang pohon yang sudah usang dan lapuk.Setelah puas berkeliling dan tentunya berfoto-foto, saya pun meninggalkan lokasi perbatasan ini kembali ke kota Merauke. Keesokan harinya, perjalanan sya lanjutkan ke wilayah Tanah Miring. Untuk menuju tempat ini, kita akan melewati jembatan yang menghubungkan kota Merauke dengan wilayah tersebut. Di daerah ini terkenal dengan wilayah transmigrasi. Lahan-lahan kosong di bangun rumah untuk para transmigran dari pulau Jawa. Di sepanjang jalan di Tanah miring ini banyak terhampar sawah yang baru akan ditanami padi. Dan dipinggir-pinggir jalannya, para transmigran membuka warung-warung kecil menjual jagung bakar, kripik ketela dan es kelapa muda. Saya pun mencoba singgah di salah satu warung warga yang menjual jagung bakar. Wah…asik juga di siang-siang bolong begini menikmati jagung bakar sambil menyeruput es kelapa muda. Sayang saya tidak sempat merasakan nikmatnya es kelapa muda karena konon air kelapa dapat mematikan kuman-kuman dalam tubuh, jika sudah demikian, malaria dengan mudahnya juga akan menyerang tubuh. Hehehe…daripada saya terserang Malaria di daerahnya orang, mending saya menghindari. Oya cara makan jagungnya juga beda disini. Pedagang sengaja menyiapkan piring dan pisau untuk penyisir jagung dari tongkolnya. Setelah itu tumpukan sisiran jagung di atas piring tersebut dibubuhi saus sambal yang sudah tersedia. Nah…barulah jagung bakar ini di santap tentu dengan menggunakan sendok. Unik kan? Setelah puas menyantap jagung, saya melanjutkan perjalanan ke lokasi SP (Sektor Pemukiman) 9. Di sana terdapat bangunan Patung ‘Pembebasan Irian Barat’. Patung ini merupakan patung Jendral LB Moerdani dengan parasutnya. Konon dimana patung itu di bangun, disitulah tanah Papua pertama kali diinjak oleh jendral Moerdani pada saat hendak melakukan pembebasan Irian Barat.
Nah perjalanan mengelilingi kota Meauke dan sekitarnya berakhir disini. Saya pun kembali ke Makassar dengan senang. Karena sudah berhasil mengunjungi tempat-tempat bersejarah di tanah Papua ini. Semoga di lain waktu bisa dating lagi ke kota Merauke !(ij)