Minggu, Maret 29, 2009

Kampanye Gobal Warming di Media Massa

Beberapa waktu lalu di media televisi hampir setiap hari saya menonton iklan layanan masyarakat yang menghimbau untuk memadamkan listrik/lampu di rumah masing-masing pada tanggal 28 Maret 2009 selama 60 menit atau 1 jam pada jam 20.30 - 21.30 Wib. Iklan ini disampaikan oleh beberapa artis terkenal ibukota. Ini adalah himbauan dari sebuah LSM yang sangat berhubungan erat dengan penyelamatan bumi dari isu Global Warming. Meski saya hanya beberapa kali menonton iklan tersebut, hatiku tergerak untuk memadamkan semua lampu di rumah kami selama 1 jam pada jam yang telah ditetapkan. Supaya tiak bosan tinggal di rumah dalam kegelapan atau nyala lilin, saya dan suami memutuskan untuk keluar rumah sekedar mengelilingi kota. Dan alangkah terkejutnya kami, disemua rumah yang kami lalui tidak ada satu pun yang memadamkan lampu pada jam itu...

Ternyata iklan layanan masyarakat itu boleh dikata tidak berhasil menggerakan masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam kampanye global warming tersebut. Terus terang hatiku miris sekali hari itu. Kenapa tidak, bayangkan saja bulan Maret 2009 adalah bulan yang ramai dengan kampanye pemilu calon legislatif. Begitu banyak baliho, poster calon legislatif di pajang di sepanjang jalan kota. Belum lagi kampanye di media-media massa. Gara-gara banyak sosialisasi iklan, masyarakat menjadi bingung mau memili caleg yang mana? Habis berapa duit itu untuk melakukan kampanye atau sosialisasi semacam itu ? Sementara dilain pihak kampanye/sosialisasi yang untuk kepentingan umat manusia untuk keselamatan umat manusia yang hidup di muka bumi ini tentang Pemanasan Global justru hanya sedikit sekali, makanya dampaknya pun sama sekali tidak ada (mengacu pada pemadaman lampu tanggal 28 lalu itu).
Apa yang sebaiknya kita lakukan sebagai masyarakat biasa untuk mendukung keadaan ini? Itulah pertanyaan yang selalu mengelayuti dibenakku. Karena terus terang saya tidak bekerja di LSM dan saya bukan aktifis lingkungan hidup. Tapi terus terang saya mau sekali ikut membantu dengan apa yang saya miliki. Terlintas dibenakku, media massa sangat punya peran dalam sosialisasi dan kampanye tentang pemanasan global ini. Saya bersyukur saat membuka internet, sangat banyak kampanye-kampanye Global Warming. Tapi seberapa banyak orang yang menggunakan internet? Dan seberapa banyak orang yang membaca soal masalah itu? Dan seberapa banyak orang yang ikut perpengararuh akan kampanye itu? Sedangkan media televisi, media yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah media yang paling jitu untuk mengkampanyekan soal ini. Tapi kenyataan dari pengamatan saya, hal itu hanya sedikit dilakukan. Belum lagi media lainnya, radio, surat kabar, majalah? Oke, kita lihat dulu bagaimana gambaran bumi kita saat ini. Siapa tahu dengan tulisan saya ini bisa membuka atau menambah pengetahuan masyarakat pembaca dan akhirnya ikut peduli.
Sebenarnya apa sih itu Global Warming/pemanasan global? Peneliti senior dari Center for International Forestry Research (CIFOR), menjelaskan, pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (disebut juga gelombang panas / inframerah) yang dipancarkan bumi oleh gas-gas rumah kaca (efek rumah kaca adalah istilah untuk panas yang terperangkap di dalam atmosfer bumi dan tidak bisa menyebar). Gas-gas ini secara alami terdapat di udara (atmosfer). Penipisan lapisan ozon juga memperpanas suhu bumi. Karena, makin tipis lapisan lapisan teratas atmosfer, makin leluasa radiasi gelombang pendek matahari (termasuk ultraviolet) memasuki bumi. Pada gilirannya, radiasi gelombang pendek ini juga berubah menjadi gelombang panas, sehingga kian meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca tadi.
Karbondioksida (CO2) adalah gas terbanyak (75%) penyumbang emisi gas rumah kaca. Setiap kali kita menggunakan bahan bakar fosil (minyak, bensin, gas alam, batubara) untuk keperluan rumah tangga, mobil, pabrik, ataupun membakar hutan, otomatis kita melepaskan CO2 ke udara. Gas lain yang juga masuk peringkat atas adalah metan (CH4,18%), ozone (O3,12%), dan clorofluorocarbon (CFC,14%). Gas metan banyak dihasilkan dari proses pembusukan materi organic seperti yang banyak terjadi di peternakan sapi. Gas metan juga dihasilkan dari penggunaan BBM untuk kendaraan. Sementara itu, emisi gas CFC banyak timbul dari sistem kerja kulkas dan AC model lama. Bersama gas-gas lain, uap air ikut meningkatkan suhu rumah kaca.
Gejala sangat kentara dari pemanasan global adalah berubahnya iklim. Contohnya, hujan deras masih sering datang, meski kini kita sudah memasuki bulan yang seharusnya sudah terhitung musim kemarau. Menurut perkiraan, dalam 30 tahun terakhir, pergantian musim kemarau ke musim hujan terus bergeser, dan kini jaraknya berselisih nyaris sebulan dari normal. Banyak orang menganggap, banjir besar bulan Februari lalu yang merendam lebih dari separuh DKI Jakarta adalah akibat dari pemanasan global saja. Padahal 35% rusaknya hutan kota dan hutan di Puncak adalah penyebab makin panasnya udara Jakarta . Itu sebabnya, kerusakan hutan di Indonesia bukan hanya menjadi masalah warga Indonesia , melainkan juga warga dunia.
Prof Dr Sudharto, dalam mekalahnya bertemakan "Peran Mahasiswa dan Civitas Akademi Fakultas Teknik Dalam Menyikapi Issue Global Warning" antara lain mengatakan, bahwa pemanasan global telah berdampak pada perubahan iklim global sehingga terjadi penguapan , pembentukan awan dan polahujan serta kecepatan angin yang cukup tinggi. Dampak global warming atau perubahan iklim ini sangat mengancam kehidupan manusia di bumi ini. Diantaranya, di pertengahan abad, rata-rata run off sungai dan ketesediaan air diproyeksikan akan meningka 10 - 40 persen di daerah lintang tinggi dan dibeberapa wilayah tropis basah dan akan menurun sekiar 10 - 30 persen di wilayah daerah lintang menengah dan daerah tropis kering.
Yang lebih mengkawatirkan lagi adalah 20 -30 persen spesies tumbuhan dan hewan akan musnah akibat kenaikan temperatur global ini. Di Jawa Tengah sendiri dampak pemanasan global ini tampak sekali dengan adanya fenomena rob (penggenangan areal pesisir selama spiring tide. Di wilayah Kabupaten Demak misalnya, akibat pemanasan global ini sejak tahun 1995 berdampak lebih dari 650 hektar di enam desa yakni Sriwulan, Bedono, Timbul Seloka, Surodadi, Babadan dan Beran Wetan telah hancur.
Kemudian, dampak pemanasan global terhadap kesehatan manusia, antara lain resiko penularan penyakit tular vektor seperti demam berdarah dengue (DBD) dan malaria meningkat tajam. Peningkatan jumlah penderita elergi dan asma secara signifikan. Belum lagi dampak serius di sektor pertanian, dimana di Jawa dan Bali ini semak ini pendeknya musim hujan (MH), sehingga mempersulit upaya peningkatan indek penanaman apabila tidak ada varietas yang berumur lebih pendek, rehabilitasi dan pengembangan jaringan irigasi yang ada.
Pada musim hujan, akan terjadi peningkatan hujan dan menambah lama musim pertanaman, sehingga indek penanaman pertu ditingkatkan. Untuk menjawab tantangan demi tantangan diatas, maka mulai sekarang perlu adanya sosialisasi masalah tersebut ke masyarakat luas. Kemudian, prioritas lain adalah perlu dikembangkan pelatihan, pendidikan, diseminasi informasi dan pemberdayaan masyarakat, peningkatan kesejahteraan.
Baru-baru ini, Inter-governmental Panel on Cimate Change (IPCC) memublikasikan hasil pengamatan ilmuwan dari berbagai negara. Isinya sangat mengejutkan. Selama tahun 1990-2005, ternyata telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian bumi, antara 0,15 - 0,3o C. Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 (33 tahun dari sekarang) lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis meleleh. Dan jika bumi masih terus memanas, pada tahun 2050 akan terjadi kekurangan air tawar, sehingga kelaparan pun akan meluas di seantero jagat. Udara akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan makanan. Napas tersengal oleh asap dan debu. Rumah-rumah di pesisir terendam air laut. Luapan air laut makin lama makin luas, sehingga akhirnya menelan seluruh pulau. Harta benda akan lenyap, begitu pula nyawa manusia.
Di Indonesia, gejala serupa sudah terjadi. Sepanjang tahun 1980-2002, suhu minimum kota Polonia (Sumatera Utara) meningkat 0,17o C per tahun. Sementara, Denpasar mengalami peningkatan suhu maksimum hingga 0,87 o C per tahun. Tanda yang kasatmata adalah menghilangnya salju yang dulu menyelimuti satu-satunya tempat bersalju di Indonesia , yaitu Gunung Jayawijaya di Papua.
Hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut Teknologi Bandung (2007), pun tak kalah mengerikan. Ternyata, permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm. Jika suhu bumi terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050 daerah-daerah di Jakarta (seperti : Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti : Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya.
Dengan adanya gejala ini, sebagai warga negara kepulauan, sudah seharusnya kita khawatir. Pasalnya, pemanasan global mengancam kedaulatan negara. Es yang meleleh di kutub-kutub mengalir ke laut lepas dan menyebabkan permukaan laut bumi - termasuk laut di seputar Indonesia - terus meningkat. Pulau-pulau kecil terluar kita bisa lenyap dari peta bumi, sehingga garis kedaulatan negara bisa menyusut. Dan diperkirakan dalam 30 tahun mendatang sekitar 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Bukan hanya itu, jutaan orang yang tinggal di pesisir pulau kecil pun akan kehilangan tempat tinggal. Begitu pula asset-asset usaha wisata pantai.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), mengatakan, Indonesia pantas malu karena telah menjadi Negara terbesar ke-3 di dunia sebagai penyumbang gas rumah kaca dari kebakaran hutan dan pembakaran lahan gambut (yang diubah menjadi permukiman atau hutan industri). Jika kita tidak bisa menyelamatkan mulai dari sekarang, 5 tahun lagi hutan di Sumatera akan habis, 10 tahun lagi hutan Kalimantan yang habis, 15 tahun lagi hutan di seluruh Indonesia tak tersisa. Jika kita tidak secepatnya berhenti boros energi, bumi akan sepanas planet Mars. Tak akan ada satupun makhluk hidup yang bisa bertahan, termasuk anak-anak kita nanti.

Karena itu mari kita melakukan cara-cara praktis dan sederhana 'mendinginkan' bumi : Matikan listrik. (jika tidak digunakan, jangan tinggalkan alat elektronik dalam keadaan standby. Cabut charger telp. genggam dari stop kontak. Meski listrik tak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan baker fosil penyumbang besar emisi). Ganti bola lampu (ke jenis CFL, sesuai daya listrik. Meski harganya agak mahal, lampu ini lebih hemat listrik dan awet). Bersihkan lampu (debu bisa mengurangi tingkat penerangan hingga 5%). Jika terpaksa memakai AC (tutup pintu dan jendela selama AC menyala. Atur suhu sejuk secukupnya, sekitar 21-24o C). Gunakan timer (untuk AC, microwave, oven, magicjar, dll). Alihkan panas limbah mesin AC untuk mengoperasikan water-heater. Tanam pohon di lingkungan sekitar Anda. Jemur pakaian di luar. Angin dan panas matahari lebih baik ketimbang memakai mesin (dryer) yang banyak mengeluarkan emisi karbon. Gunakan kendaraan umum (untuk mengurangi polusi udara). Hemat penggunaan kertas (bahan bakunya berasal dari kayu). Say no to plastic. Hampir semua sampah plastic menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Atau Anda juga dapat membantu mengumpulkannya untuk didaur ulang kembali. Sebarkan berita ini kepada orang-orang di sekitar Anda, agar mereka turut berperan serta dalam menyelamatkan bumi.
Setelah mendapatkan fakta ini, tentu kita perlu bersama-sama ikut berpartisipasi paling tidak ikut mengkampanyekan tentang issue ini. Jangan berfikir langkah kecil kita tidak berpengaruh apa-apa, sebab persoalan besar seperti Global Warming sebenarnya adalah dampak akumulatif dari perilaku individu yang kecil-kecil. Tidak hanya kita saja namun pemerintah baik pusat sampai daerah harus ikut aktif mengatasi issue ini. Saya sangat senang saat berkunjung di kota Makassar, baliho besar terpasang disebuah sudut jalan raya di kota itu. Baliho itu bertuliskan Sulawesi Selatan go to Green. Bahkan disebuah televisi lokal di kota itu, gubernur Sulawesi Selatan, Sahrul Yasin Limpo, dalam sebuah iklan layanan masyarakat mengkampanyekan penanaman pohon-pohon. Sungguh patut dicontoh program pemerintah daerah seperti ini. Tentu hal ini tidak lepas juga dari kerjasama dengan media massa untuk bisa menyampaikan pesan-pesan tersebut secara terus menerus, karena dengan penyampaian yang terus menerus, masyarakat akan mengerti apa yang harus dilakukan. Karena sepertinya bumi ini harus kita selamatkan segera !


Kumpulan Artikel

'........melihat, mengamati,merasakan, dan menuangkannya dalam tulisan.....'