Rabu, Agustus 13, 2008

Saatnya Penyiaran Indonesia Migrasi dari Analog ke Digital

Rabu, 13 Agustus 2008, adalah hari penting bagi sejarah dunia penyiaran di Indonesia. Karena hari ini merupakan hari pertama uji coba migrasi dari sistem penyiaran analog ke digital. Departemen Komunikasi dan Informarika (Depkominfo RI) sendiri telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) No.27/P/M.Kominfo/8/2008 tentang ujicoba siaran digital tersebut yang dilakukan baik untuk siaran TV terestrial maupun siaran TV bergerak (mobile). Depkominfo menunjuk TVRI dan RRI sebagai penyedia isi atau content provider. Dan yang bertindak sebagai penyedia jaringan atau network provider adalah PT Telkom. Soft launching Uji coba penyiaran digital yang diresmikan oleh wakil presiden Yusuf Kalla ini rencananya akan berlangsung selama 6 sampai 9 bulan wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Apa dan bagaimana sebenarnya migrasi penyiaran dari analog ke digital itu ? Mengapa Indonesia harus bermigrasi ke digital?

Pertama, karena perkembangan digitalisasi adalah buah dari perkembangan teknologi yang begitu pesat saat ini. Sehingga mau tidak mau sebagai negara yang berkembang Indonesia harus juga masuk ke era digitalisasi, karena sudah merupakan tuntutan zaman dan globalisasi. Kedua, migrasinya sistem penyiaran analog ke digital perlu dilakukan salah satunya untuk memperbanyak frekuensi penyiaran. Saat ini frekuensi atau public domain pada system analog sangat terbatas padahal di lain pihak tuntutan untuk membuat lembaga penyiaran juga sangat tinggi. Sehingga digitalisasi sangat menjanjikan adanya pemanfaatan public domain atau frekuensi yang lebih banyak. Kalau pada sistem analog dalam 1 kanal hanya 1 frekuensi, namun pada digital bisa menjadi 6-8 frekuensi. Disamping itu juga sangat mengefisienkan infrastruktur dengan adanya sharing tower antar provider sehingga lebih efisien dan dapat menekan biaya. Dengan demikian masyarakat juga akan mendapatkan informasi yang makin banyak dan bervariatif dengan banyaknya pilihan yang diberikan oleh banyak jasa penyiaran. Hal ini juga didukung oleh UU Penyiaran yang menginginkan adanya demokratisasi penyiaran yang tidak hanya menyangkut meyangkut kepemilikan lembaga penyiaran yang lebih banyak tetapi juga menyajikan konten yang berbeda. Sehingga dapat terlihat proses demokratisasi dari segi kepemilikan maupun konten. Dengan demikian memberikan kesempatan bagi masyarakat juga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan/kebijakan publik. Dan alasan ketiga, dengan digital, gambar dan audio penyiaran akan semakin bagus.

Masyarakat tidak perlu khawatir untuk mengeluarkan biaya yang tinggi saat bermigrasi ke digital dengan harus mengganti pesawat televisi dan radio yang ready digital (sekarang umumnya masih analog). Karena peristiwa migrasi ini bukan peristiwa sehari tetapi akan berlangsung lama. Amerika dan Eropa saja membutuhkan waktu 10 tahun untuk benar-benar migrasi ke digital. Sedangkan untuk Indonesia tahun ini adalah awal memberikan komitmen untuk masuk pada era baru digitalisasi. Dalam proses inilah secara bertahap akan dijelaskan model sistem yang akan digunakan. Sehingga diperkirakan 10 tahun kemudian yaitu di tahun 2018 di Indonesia sepenuhnya sudah menggunakan digital. Sama halnya waktu masyarakat masih menggunakan televisi hitam putih, yang lambat laun secara bertahap selama bertahun-tahun akhirnya migrasi sepenuhnya ke pesawat televisi berwarna. Tapi selama tahapan persiapan ready to digital tersebut, pemerintah menjamin digitalisasi bisa ekonomis dengan menyiapkan set-top box (semacam decoder yang mengubah sinyal siaran TV analog ke sinyal digital). Diupayakan harganya lebih murah dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk uji coba ini saja, pemerintah melalui Depkominfo menyediakan 800 sampai 900 set-top box untuk ujicoba siaran televisi digital. Dirjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi (SKDI) Depkominfo, Freddy Tulung, mengatakan, 900 set-top box tersebut akan disiapkan oleh satu perusahaan dalam negeri pemenang tender dengan dana sebesar Rp 1,2 Miliar dari pemerintah. Depkominfo sendiri telah mengundang lima perusahaan dalam negeri untuk ikut tender pengadaan set-top box yaitu PT Inti (Industri Telekomunikasi Indonesia), PT LEN, PT. Panasonic Gobel, PT Polytron Indonesia dan PT. Panggung Electric Citrabuana Surabaya.

Jadi ada baiknya kita sebagai masyarakat umum mengetahui rencana pemerintah dalam proses migrasi ini yaitu pada tahun 2008-2012, merupakan uji coba bertahap. Tahun 2013 -2017 penghentian siaran TV analog dan mempercepat izin-izin operator infrastruktur jaringan digital. Dan tahun 2018 merupakan tahun dimana sistem penyiaran sekaligus masyarakat Indonesia sudah sepenuhnya bermigrasi dan menggunakan digital. Waktu 10 tahun kedepan ini adalah waktu untuk mempersiapkan hal itu.



Sabtu, Agustus 02, 2008

Peran Media Massa Dalam PEMILU 2009

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan 34 Partai Politik (Parpol) yang lolos verifikasi dan ikut Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 mendatang. Namun berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, kali ini masa kampanye telah ditetapkan selama 9 bulan. Dan sejak 12 Juli 2008 lalu, kampanye parpol telah dimulai. Namun belum lagi beberapa saat kampanye berlangsung, disana sini telah terjadi pelanggaran.

Media massa khususnya televisi meberitakan beberapa parpol sudah melakukan pelanggaran dengan memasang bendera parpol mereka di badan-badan jalan tol, padahal hal tersebut melanggar aturan yang telah diatur undang-undang pemilu dimana disebutkan bendera-bendera parpol tidak boleh dipasang di jalan tol, kantor pemerintah, sekolah dan lain-lain. Hal ini menimbulkan pertanyaaan apakah ini terjadi karena ketidaktahuan parpol tentang hal tersebut atau kurangnya sosialisasi dari KPU tentang hal-hal yang bisa dan tidak bisa dilakukan parpol dalam masa kampanye, proses pemilu hingga pemilu 2009 mendatang. Pelanggaran yang dilakukan sejumlah parpol ini baru saja terjadi beberapa saat ketika masa kampanye ditetapkan. Bagaimana dengan masa kampanye 9 bulan mendatang yang akan berjalan? Bagaimana saat pemilu dan pasca pemilu? Apakah pelanggaran-pelanggaran masih saja terjadi? Bagaimana peranan media massa dalam proses ini?

Peran media dalam kampanye pemilu bisa dibagi manjadi 3 bagian, pertama sebagai media komunikasi langsung dari parpol dan calon dewan kepada masyarakat pemilih. Dalam hal ini media dipakai sebagai alat promosi untuk memperkenalkan parpol atau calon presiden atau calon legislatif. Contoh saat ini yang marak disiarkan di televisi melalui iklan politik, seperti Prabowo Subianto, Rizal Malarangeng, Sutrisno Bahir dsb. Kedua, program berita (informasi khusus). Dalam program ini diberitakan tentang parpol dan segala hal yang menyangkut pemilu. Dan ketiga adalah informasi pendidikan untuk pemilih. Informasi ini menyangkut partisipasi pemilih, proses pemilihan, cara memilih dan lain-lain. Nah dalam melaksanakan perannya ini media dapat menjadikan pemilu yang bebas dan adil, tergantung pada kemampuan media yang bisa bekerja secara profesional, berintegritas, tidak berat sebelah/objektif (melaporkan fakta-fakta yang tidak merugikan satu pesaing atau lainnya), tepat (melaporkan berita yang sama dari yang dipersepsikan oleh peserta politik yang bersangkutan), dan seimbang (keseimbangan harus dicapai dalam satu laporan). Kadang peliputan dilakukan dengan tidak seimbang. Misalnya yang paling sering terjadi parpol yang besar mendapat porsi peliputan yang lebih besar daripada opisisi. Saat yang sama partai yang berkuasa dapat juga diberitakan dengan gambaran yang menguntungkan, sementara pihak opisisi digambarkan secara negatif. Kegagalan membedakan antara kegiatan pemerintah dan kampanye juga sering terjadi. Karena itu media perlu membedakan antara kegiatan para pejabat pemerintah yang menjalankan fungsi pemerintah yang pantas diberitakan dengan kegiatan kampanye yang dilakukan oleh orang-orang yang sama.

Media massa merupakan sasaran empuk bagi kontestan peserta Pemilu, baik itu calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, partai politik, atau ratusan calon anggota legislatif yang berlomba-lomba merebut kursi. Ditengah godaan kepentingan kontestan pemilu, media massa ditantang untuk menjaga integritas profesionalismenya. Karena meski porsi berita mengenai pemilu yang disajikan media massa sangat banyak tapi belum berarti media massa telah ikut mensukseskan pemilu. Karena itu tema berita yang diangkat oleh media massa harus obyektif. Godaan bagi media massa memang sangat besar dalam pemilu. Besarnya ruang yang tersedia di media massa merupakan lahan subur bagi mereka untuk bekerjasama dengan tim sukses pemilu. Karena bagaimanapun juga tidak dapat dipungkiri bahwa media ’hidup’ dari iklan yang bisa diperoleh dari sebuah partai peserta pemilu. Sehingga kadang sangat jelas sekali terlihat bahwa sebuah media dalam pemberitaannya didominasi partai-partai tertentu.

Namun terlepas dari hal itu, kembali pada fungsi pers yaitu sebagai media informasi, kontrol sosial dan hiburan, juga media pendidikan. Dan media dapat menjadi sarana yang efektif dalam memajukan pendidikan pemilih dengan menyuguhkan kepada pemilih tentang bagaimana kapan dan dimana harus mencoblos, menyediakan informasi yang dibutuhkan pemilih untuk memahami ciri-ciri dari isu-isu, program dan rencana partai-partai maupun watak daripada calon legislatif. Sehingga masyarakat dapat mengetahui siapa saja yang bisa dipilih oleh rakyat, apa saja janji mereka sehingga masyarakat bisa memilih tokoh-tokoh yang dianggap paling cocok memimpin dan menjadi wakil rakyat. Disamping itu, media juga dapat berperan secara kritis dalam pendidikan kepentingan umum dan dalam meningkatkan peran serta pemilih secara kelompok, seperti di negara-negara tertentu wanita yang memiliki minat memilih yang lebih rendah. Karena itu media dapat mem-push golongan-golongan tertentu tersebut untuk ikut terlibat dalam pemilu. Media juga bersama masyarakat dan tim pemantau pemilu dapat memantau pemilu agar bisa berjalan dengn jujur dalam peliputan kampanye melalui berita dan informasi.

Dan yang tidak kalah pentingnya media harus mengikuti kode etik pers supaya bisa melaksanakan tugas secara maksimal. Media juga perlu menyiapkan calon presiden, parpol dan calon legislatif maupun pendukung bahwa kalah dalam sebuah pemilu adalah biasa. Karena di negeri ini jarang sekali pihak yang kalah mau menerima kekalahan dengan lapang dada. Banyak contoh dalam Pilkada disejumlah daerah seperti di Sulawesi Selatan dan Maluku Utara. Pihak-pihak yang kalah tidak mau menerima dan akibatnya menjadikan persoalan yang berkepanjangan yang juga melibatkan para pendukung masing-masing calon yang berujung pada bentrok dan tindakan anarkis.
Pemilu dapat membuahkan hasil yang diterima rakyat, jika benar-benar melaksanakan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia serta jujur dan adil. Untuk memenuhi prinsip itu, penyelenggaraan Pemilu tentu perlu dipantau oleh elemen masyarakat. Sejumlah organisasi pemantau Pemilu, seperti KIPP, KIPPDA, Forum Rektor, UNFREL dan sebagainya, menjadi pemantau pelaksanaan Pemilu. Namun, mereka tidak akan mampu memantau seluruh proses Pemilu di berbagai daerah dalam waktu yang sangat singkat. Karena itu media massa menjadi unsur pendukung, serta merupakan saksi rakyat. Media massa memantau pelaksanaan Pemilu dan menyiarkan/memberitakan hasil pantauannya, sehingga diketahui rakyat. Disinilah peran media massa dengan integritas tinggi sangat dibutuhkan.

Kumpulan Artikel

'........melihat, mengamati,merasakan, dan menuangkannya dalam tulisan.....'