Minggu, Januari 18, 2009

Keterbukaan Informasi Publik Tuntutan Era Globalisasi


Beberapa waktu lalu, saya mengikuti sosialisasi Undang-Undang No. 14 Tahun 2008tentang Keterbuaan Informasi Publik (KIP) yang diadakan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika. Pasti semua yang menghadiri sosialisasi ini sepakat memiliki pertanyaan yang sama mengapa perlu ada UU KIP yang diikuti oleh dukungan dalam sebuah Undang-Undang yang melindunginya. Dalam kegiatan ini terjawab bahwa lahirnya UU KIP disertai beberapa isu yang yaitu karena tuntutan era globalisasi. Era ini seperti diketahui sangat berkembang sangat pesat sehingga telah memudarnya batas-batas administrasi. Hal ini yang kemudian membuat komunikasi yang masuk atau diterima bisa tanpa dan tak bisa bisa dibendung. Isu yang kedua karena saat ini merupakan eranya demokratisasi, yang tentu memiliki indikator yaitu transparansi/keterbukaan, partisipasi dan akuntabilitasi. Dan isu yang ketiga yang mengiringi lahitnya UU KIP yaitu karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga tidak dapat dibendung perkembangannya yang pesat.

Indonesia merupakan Negara ke 5 di Asia yang mengembangkan informasi yang transparansi setelah Thailand, India dan Jepang. Contoh kasus keterbukaan informasi di Thailan berkaitan di bidang pendidikan yang mendorong masyarakat dan pemerintah untuk mensahkan UU keterbukaan informasi. Sementara di India, kasusnya lebih berhubungan dengan pungutan liar saat pembuatan paspor yang merugikan masyarakat., hal ini yang mendorong pemerintah dan masyarakat untuk memberlakukan UU keterbukaan informasi demi pelayanan publik yang manusiawi. Hal yang sama juga terjadi di Jepang. Tahun 1997 bebeberapa lembaga NGO prihatin terhadap praktik pejabat-pejabat yang melakukan kunjungan-kunjungan diberbagai daerah dan ibukota dengan mengeluarkan biaya yang tidak sdikit termasuk melakukan jamuan makan yang tidak efektif. Dan dalam waktu 2 tahun biaya perjalanan dan makan para pejabat ini mencapai 50% dari anggaran. Sehingga hal ini memasa negara Jepang mengadopsi keterbukaan informasi sebagai sistem dari negara itu sendiri.Hal ini jugalah yang membuka mata Indonesia untuk mengetahui mengapa perlu keterbukaan publik.

Mengapa perlu hak publik atas transparansi informasi ? Karena entitas negara selalu mengandalkan adanya publik yang berdaulat. Di samping itu pembentukan pemerintahan tidak mempunyai tujuan lain kecuali untuk melayani kepentingan publik. Dan penyelenggaraan kekuasaan harus bersifat akuntabel, transparans dan aksesebel bagi publik. Hal-hal inilah yang membuat mengapa publik harus memiliki hak atas keterbukaan informasi karena merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia, hak konstitusional warga negara sebgi perangkat politik untuk mengontrol penyelenggaraan kekuasaan, syarat utama untuk pemberantasan korupsi dan keharusan dalam paham pemerintahan terbuka atau open government.

Keinginan masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan hak keterbukaan informasi publik juga berbarengan dengan keinginan pemerintah an juga legislatif untuk mewujudkannya dalam sebuah naungan undang-undang. Karena itu, berhubungan dengan isu inilah yang kemudian menjadikan DPR RI berinisiatif untuk merancang dan membuatnya menjadi undang-undang yang awalnya berupa RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP). Kemudian pada tahun 2005, RUU KMIP ini diajukan kepada pemerintah untuk dimintai tanggapnya serta meminta penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Dari sini tersusun kurang lebih 368 DIM dan prosesnya memakan waktu selama 3 tahun di DPR. Dari sini sejarah KIP berlanjut dengan adanya amanat Presiden, Menteri Komunikasi dan Informatika serta Menteri Hukum dan HAM kemudia membahas RUU tersebut bersama DPR. Sehingga akhirnya pada Sidang Paripurna DPR RI tanggal 3 April 2008 RRU ini menjadi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP. Dan sejak disahkannya UU ini pemerintah bersama DPR memberikan waktu selama 2 tahun untuk penyesuasian UU ini kepada masyarakat. Dan beramaan dengan hal itu diundangkan juga pada tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4846 dan berlaku 2 (dua) tahun sejak diundangkan.

Sebenarnya apa sih filosofi UU KIP itu sendiri? Di dalam UU KIP ini mengatur bahwa setiap masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan dijamin konstitusi sesuai pasal 28 F UUD 1945. disamping itu juga Mewujudkan penyelenggaraan Negara yang transparan dan tata pemerintahan yang baik. Mendukung penyelenggaraan yang demokratis berdasarkan transparansi partisipasi dan akuntabilitas serta memotivasi badan publik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Juga untuk mengatisipasi perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, sehingga meningkatkan mobilitas masyarakat memperoleh informasi dengan mudah dan cepat.

Bicara tetang Informasi Publik dan Lembaga Publik, tentu kita juga harus mengetahui definisi dari 2 kata tersebut sehingga kita makin mengetahui batasan dan artinya. Meski dalam pembahasan di dewan, penentuan defeisi ini sangat alot dan cukup lama diperdebatkan namun akhirnya disepakati defenisi tentang Informasi Publik sebagai berikut yaitu Informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UU ini, serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Sedangkan yang dimaksud dengan Lembaga Publik adalah Lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, atau organisasi Non-Pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri.

Domain keterbukaan informasi publik ini meliputi hak atas transparansi pengelolaan dana / sumber daya publik, hak atas informasi yang dikelola badan publik, hak untuk mengamati perilaku pejabat dalam menjalankan fungsi pemerintahan, hak untuk dilindungi dalam mengungkap fakta & kebenaran (whistle blower protection), kebebasan berekspresi yang terwujud melalui implementasi kebebasan pers, mekanisme hukum mengajukan keberatan apabila hak-hak di atas dilanggar (right to appeal). Sedangkan objek transparansi yaitu, pelaksanaan mandat menjalankan pemerintahan dan pelayanan publik berdasarkan konstitusi dan perundang-undangan, akuntabilitas penggunaan dana-dana publik, akuntabilitas pengelolaan sumber daya publik.

Adapun jenis-jenis Informasi Publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala(rutin, setiap saat) misalnya, laporan keuangan, laporan kegiatan. Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta. Misalnya informasi bencana alam, epidemi wabah penyakit, dll. Informasi yang wajib tersedia setiap saat. Misalnya hasil keputusan badan publik, rencanakerja proyek, dll. Informasi yang dikecualikan (dilindungi pasal 17), misalnya : menghambat proses penegakan hukum, mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat, membahayakan pertahanan dan keamanan negara, mengungkapkan kekayaan alam indonesia, merugikan ketahanan ekonomi nasional, merugikan kepentingan hubungan luar negeri, mengungkapkan isi akta otentik bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang, mengungkap rahasia pribadi. Jenis informasi lainnya yaitu yang diperoleh berdasarkan permintaan yaitu semua informasi yang tidak masuk dalam kategori ketiga bagian diatas.

Karena kewajiban menginformasikan berbagai informasi ini maka sebuah Badan Publik juga berkewajiban menunjuk pejabat/petugas pelayanan dokumentasi/informasi, menyusun dan mengumumkan klasifikasi informasi di badan publik berdasarkan ketentuan UU KIP, menyediakan sistem layanan/mekanisme yang efektif bagi akses publik, membuat pertimbangan tertulis dari setiap kebijakan yg diambil dilembaganya.
Namun meski tuntutan keterbukaan informasi adalah tuntutan jaman namun tidak berarti keterbukaan informasi yang tanpa batas dan bukan pula ketertutupan informasi yang total atau maksimum seperti di era orde baru. Karena UU KIP ini bertujuan menciptakan kepastian hukum tentang informasi yang harus dibuka kepada publik dan yang bisa dirahasiakan, mekanisme akses informasi publik yang efisien, cepat, dan terjangkau bagi masyarakat dan penyelesaian sengketa akses informasi publik yang memenuhi rasa keadilan. Yang terpenting UU No. 14 tahun 2008 menjadi bagian dari kerangka hukum dari pemerintahan tertutup menjadi pemerintahan yang terbuka.

Pengecualian Informasi dalam UU KIP yaitu bersifat terbatas dan tidak permanen, tidak bersifat kategorikal penuh, harus melalui pengujian konsekuensi (consequencial harm test) dan dapat diseimbangkan dengan kepentingan publik yang lebih besar (public interest test). Juga tentang masalah hubungan internasional misalnya terganggunya hubungan baik antara negara RI dengan negara lain, informasi yg tidak terkait dengan penyelenggaraan negara RI yg bila dibuka dapat merugikan satu negara atau lebih.

Penerapan kerahasiaan harus dilakukan secara hati-hati melalui metoda uji: Consequential Harm Test : Informasi tertentu dapat dikategorikan rahasia apabila pejabat publik secara rasional, dengan mempertimbangkan untung-ruginya dan berdasarkan undang-undang dapat menjelaskan konsekuensi atau risiko kerugian yang muncul. Beban pembutkian ada pada pejabat publik yang mengklaim pengecualian Public Interest Test : Suatu informasi yang termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan dapat dibuka kepada publik jika dipertimbangkan bahwa membuka informasi itu lebih menguntungkan daripada menutupnya, bagi kepentingan publik.

Berjalannya dan diterapkannya UU KIP ini tidak akan berjalan sendiri, karena itu perlu adanya Lembaga Mandiri untuk mengawal jalannya UU ini. Lembaga ini berfungsi menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik serta menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi non-litigasi.

Lembaga Mandiri ini dinamakan Komisi Informasi yang terdiri dari Komisi Informasi Pusat, yang beranggotakan 7 (tujuh) orang; Komisi Informasi Provinsi, yang beranggotakan 5 (lima) orang; dan Komisi Informasi Kabupaten/Kota (jika diperlukan), yang beranggotakan 5 (lima) orang.Adapun Pembentukan Komisi Informasi pemerintah (Depkominfo) menyeleksi calon anggota Komisi Informasi Pusat untuk selanjutnya dilakukan fit and proper test oleh DPR dan ditetapkan oleh Presiden. Sedangkan pemerintah daerah yang tugas dan fungsinya di bidang komunikasi dan informasi, menyeleksi calon anggota Komisi Informasi Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk selanjutnya dilakukan fit and proper test oleh DPRD dan ditetapkan oleh Gubernur.
Selanjutnya juga dalam penerapannya KIP ini mengalami masalah maka Komisi Informasi ini lah yang akan menyelesaikannya melalui mediasi dan/atau ajudikasi non litigasi. Mediasi ini adalah proses penyelesaian sengketa Informasi Publik dengan mengedepankan asas musyawarah untuk mencapai mufakat (win-win solution) dengan perantara (mediator) Komisi Informasi. Sedangkan ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui lembaga pemutus. Ajudikasi Non-litigasi adalah penyelesaian sengketa ajudikasi melalui lembaga pemutus yang diakui (Komisi Informasi). Ajudikasi litigasi adalah penyelesaian sengketa ajudikasi di pengadilan.
Apabila Sengketa Informasi tidak dapat diselesaikan pada tingkat Komisi Informasi, penyelesaian sengketa dilanjutkan dengan pengajuan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara apabila yang digugat adalah Badan Publik negara dan Pengajuan gugatan melalui Pengadilan Negeri apabila yang digugat adalah badan publik non pemerintah. Pihak yang tidak menerima putusan Pengadilan Tata Usaha Negara / Pengadilan Negeri dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara / Pengadilan Negeri.

Ketentuan pidana dari pelanggaran UU KIP ini adalah setiap orang yang menggunakan Informasi Publik secara melawan hukum dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 5 (lima) juta rupiah. Badan Publik yang tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda 5 (lima) juta rupiah Setiap orang yang menghancurkan, merusak, dan/atau menghilangkan dokumen Informasi Publik dikenakan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda 10 (sepuluh) juta rupiah. Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan dikenakan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak 20 (dua puluh) juta rupiah Setiap orang yang membuat informasi yang tidak benar atau menyesatkan dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 5 (lima) juta rupiah.

Seperti yang telah ditulis di atas bahwa mski UU KIP ini telah disahkan tahun 2008 lalu, namun masih diberikan waktu selama 2 tahun hingga 2010 untuk mensosialisasikan UU ini agar lebih dikenal baik oleh masyarakat sendiri maupun badan publik. Saat ini disamping sosialisasi juga sedang disusun peraturan pemerintah yaitu PP tentang jangka waktu informasi dirahasiakan dang ganti rugi, membentuk komisi informasi serta mempersiapkan Infrastruktur ICT untuk melengkapi penerapan UU Nomor 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik ini.

Pro kontra kelemahan dan kelebihan atas suatu produk undang-undang biasa terjadi, namun apapun itu dalam keterbatasan dan kekurangan maupun kelebihannya UU No. 14 tahun 2008 tentang KIP ini, kita tetap wajib mensosialisasikannya dan mendukung supaya negara ini melangkah lebih baik kedepan untuk mencapai tujuan nasional. Karena lebih baik memiliki undang-undang yang melindungi dan menjamin transparansi ketimbang tidak memiliki sama sekali.

Kumpulan Artikel

'........melihat, mengamati,merasakan, dan menuangkannya dalam tulisan.....'