Jumat, Januari 25, 2008

Pembajakan = Kriminal

‘Pembajakan atas Hak Cipta adalah Tindakan Kriminal’ demikian judul poster (surat) yang dikeluarkan Mabes Polri Badan Reserse Kriminal akhir tahun 2006। Surat yang berisi himbauan penanggulangan pembajakan hak cipta ini dikirim secara acak ke banyak perusahaan. Tujuannya adalah untuk sosialisasi anti pembajakan sekaligus peringatan sebelum ada tindakan sebagai upaya penegakan hukum. Surat ini dikeluarkan tentu karena adanya berbagai fakta bahwa pembajakan di negara ini sudah semakin parah. Sudah bukan rahasia lagi kalau di Indonesia disebut sebagai ‘surga pembajakan’.

Negara ini termasuk urutan tiga dunia tertinggi dalam soal pembajakan hak cipta. Mulai dari pembajakan CD audio dengan cara mendownload file dari internet sampai menggandakannya dalam bentuk kepingan CD untuk mencari keuntungan pribadi. Tidak sekedar file musik semata, game dan software dan film-film yang belum masuk bioskop pun dapat direkam pada CD dan ditonton pada player DVD. Jika sudah begitu apakah orang masih berminat menonton di bioskop? The Motion Picture Association of America (MPAA) sebuah lembaga pelindung film-film yang memiliki hak cipta menyebutkan kerugian total setiap tahunnya akibat aksi pembajakan diperkirakan mencapai 3 miliar US dollar atau sekitar Rp.27 triliun.

Dengan kemudahan mengakses internet maka semakin mudah dan gampang pula mendownload atau melakukan file sharing. Dengan cara ini materi-materi ilegal dengan seketika saja sudah ada didepan mata. Fakta ini menggambarkan pembajakan digital sangatlah mudah dan universal sehingga bagi kebanyakan orang (mungkin termasuk saya dan anda), aksi ini tidak terasa sebagai sebuah pencurian. Tanpa terasa pembajakan CD,VCD,DVD dan CD software sudah menjadi bagian dari negara ini. Bahkan penggunaan operating system versi Microsoft bajakan sudah mendarah daging bagi berbagai kalangan mulai dari pelajar/mahasiswa, pengusaha sampai pemerintah. Dengan harga yang jauh lebih murah, software bajakan tersebut dapat diperoleh.


Tahun 2003, Menteri Kehakiman dan HAM beserta Kapolri bekerja sama dalam pemberlakuan Undang-Undang Hak Cipta No.19 tahun 2002. Dan bersama departemen terkait ikut mensosialisasikan undang-undang ini. Sosialisasi pemerintah dalam pemberlakuan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terus dijalankan. Langkah pemberantasan pembajakan oleh pemerintah ini juga dibuktikan dengan ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dengan PT. Microsoft Indonesia. Pemerintah diwakili oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Depkominfo), yang saat itu masih dijabat oleh Sofyan Djalil (kini menteri BUMN), sementara Microsoft diwakili Chris Atkinson selaku Presiden Microsoft South East Asia, 14 Nopember 2006. MoU ini sebagai upaya melegalkan seluruh software Microsoft yang dipakai dijajaran pemerintahan. Ada yang berupa grant tetapi ada pula yang harus dibeli oleh pemerintah Indonesia. Dalam lampiran MoU ini tertera bahwa Microsoft memberikan grant Microsoft Windows dan Microsoft Office sebanyak masing-masing 266.220 lisensi. Dalam MoU ini pula pemerintah Indonesia juga akan membeli Microsoft Windows sebanyak 35.496 lisensi dan Microsoft Office sebanyak 177.480 lisensi, namun tidak disebutkan harga per lisensinya, karena masih akan dinegosiasikan. Dan jika MoU ini berjalan mulus, maka pemerintah harus membayar ke Microsoft mulai 30 Juni 2007. MoU ini sebagai wujud menghargai Intelectual Property Right (IPR) atau HKI. Dan yang diinginkan pemerintah adalah melegalkan semua piranti lunak yang digunakan pemerintah, Legal tersebut bisa melalui Open Source atau freeware lainnya atau melalui Microsoft. Disisi lain pemerintah dalam hal ini kementerian Riset dan Teknologi juga telah membangun local based solution dengan IGOS (Indonesia Goes Open Source) yang terus akan dikembangkan karena merupakan sebuah proses untuk membangun kemampuan jangka panjang. Dengan open source ini siapa saja bisa mendownload, menyalin dan menyebarluaskan dengan bebas.

Setelah lingkungan pemerintah bersih dari pembajakan software maka langkah selanjutnya pemerintah bekerja sama dengan aparat kepolisian akan lebih agresif melakukan penertiban dan penindakan di kantor-kantor swasta dan masyarakat umum. Namun meski pemerintah telah gencar melakukan proses anti pembajakan, namun tidak serta merta pembajakan di Indonesia makin berkurang. Justru permintaan akan software bajakan hingga kini makin tinggi. Lihat saja software-software bajakan masih saja dijual bebas di pasaran secara terang-terangan dan ramai dikunjungi orang. Meski sekali-kali ada sweeping CD bajakan oleh aparat keamanan, namun itu tidak membuat software bajakan ini berkurang atau bahkan hilang dari pasaran. Hal ini juga disebabkan karena harga software original yang relatif mahal ditambah kesadaran masyarakat yang kurang, apalagi ini justru banyak di kalangan intelektual.

Saat ini pembajakan di Indonesia belum dapat diminimalkan apalagi dihapus dengan sekejap mata, masih diperlukan waktu bertahun-tahun lagi agar angka pembajakan menurun. Tanpa adanya kesadaran dari berbagai pihak terutama kalangan intelektual, maka pembajakan akan terus mengakar dalam bangsa ini. Yang bisa bisa menjadi solusi untuk tidak membajak yaitu satu membeli software secara murah dengan melakukan pendekatan kepada vendor misalnya dengan menggunakan lisensi pendidikan. Solusi ke dua, menggunakan program linux dan solusi ke tiga melakukan migrasi ke Open Source. Dengan demikian kita tidak disebut-sebut sebagai kriminal.

Kumpulan Artikel

'........melihat, mengamati,merasakan, dan menuangkannya dalam tulisan.....'