Sabtu, Agustus 02, 2008

Peran Media Massa Dalam PEMILU 2009

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan 34 Partai Politik (Parpol) yang lolos verifikasi dan ikut Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 mendatang. Namun berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, kali ini masa kampanye telah ditetapkan selama 9 bulan. Dan sejak 12 Juli 2008 lalu, kampanye parpol telah dimulai. Namun belum lagi beberapa saat kampanye berlangsung, disana sini telah terjadi pelanggaran.

Media massa khususnya televisi meberitakan beberapa parpol sudah melakukan pelanggaran dengan memasang bendera parpol mereka di badan-badan jalan tol, padahal hal tersebut melanggar aturan yang telah diatur undang-undang pemilu dimana disebutkan bendera-bendera parpol tidak boleh dipasang di jalan tol, kantor pemerintah, sekolah dan lain-lain. Hal ini menimbulkan pertanyaaan apakah ini terjadi karena ketidaktahuan parpol tentang hal tersebut atau kurangnya sosialisasi dari KPU tentang hal-hal yang bisa dan tidak bisa dilakukan parpol dalam masa kampanye, proses pemilu hingga pemilu 2009 mendatang. Pelanggaran yang dilakukan sejumlah parpol ini baru saja terjadi beberapa saat ketika masa kampanye ditetapkan. Bagaimana dengan masa kampanye 9 bulan mendatang yang akan berjalan? Bagaimana saat pemilu dan pasca pemilu? Apakah pelanggaran-pelanggaran masih saja terjadi? Bagaimana peranan media massa dalam proses ini?

Peran media dalam kampanye pemilu bisa dibagi manjadi 3 bagian, pertama sebagai media komunikasi langsung dari parpol dan calon dewan kepada masyarakat pemilih. Dalam hal ini media dipakai sebagai alat promosi untuk memperkenalkan parpol atau calon presiden atau calon legislatif. Contoh saat ini yang marak disiarkan di televisi melalui iklan politik, seperti Prabowo Subianto, Rizal Malarangeng, Sutrisno Bahir dsb. Kedua, program berita (informasi khusus). Dalam program ini diberitakan tentang parpol dan segala hal yang menyangkut pemilu. Dan ketiga adalah informasi pendidikan untuk pemilih. Informasi ini menyangkut partisipasi pemilih, proses pemilihan, cara memilih dan lain-lain. Nah dalam melaksanakan perannya ini media dapat menjadikan pemilu yang bebas dan adil, tergantung pada kemampuan media yang bisa bekerja secara profesional, berintegritas, tidak berat sebelah/objektif (melaporkan fakta-fakta yang tidak merugikan satu pesaing atau lainnya), tepat (melaporkan berita yang sama dari yang dipersepsikan oleh peserta politik yang bersangkutan), dan seimbang (keseimbangan harus dicapai dalam satu laporan). Kadang peliputan dilakukan dengan tidak seimbang. Misalnya yang paling sering terjadi parpol yang besar mendapat porsi peliputan yang lebih besar daripada opisisi. Saat yang sama partai yang berkuasa dapat juga diberitakan dengan gambaran yang menguntungkan, sementara pihak opisisi digambarkan secara negatif. Kegagalan membedakan antara kegiatan pemerintah dan kampanye juga sering terjadi. Karena itu media perlu membedakan antara kegiatan para pejabat pemerintah yang menjalankan fungsi pemerintah yang pantas diberitakan dengan kegiatan kampanye yang dilakukan oleh orang-orang yang sama.

Media massa merupakan sasaran empuk bagi kontestan peserta Pemilu, baik itu calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, partai politik, atau ratusan calon anggota legislatif yang berlomba-lomba merebut kursi. Ditengah godaan kepentingan kontestan pemilu, media massa ditantang untuk menjaga integritas profesionalismenya. Karena meski porsi berita mengenai pemilu yang disajikan media massa sangat banyak tapi belum berarti media massa telah ikut mensukseskan pemilu. Karena itu tema berita yang diangkat oleh media massa harus obyektif. Godaan bagi media massa memang sangat besar dalam pemilu. Besarnya ruang yang tersedia di media massa merupakan lahan subur bagi mereka untuk bekerjasama dengan tim sukses pemilu. Karena bagaimanapun juga tidak dapat dipungkiri bahwa media ’hidup’ dari iklan yang bisa diperoleh dari sebuah partai peserta pemilu. Sehingga kadang sangat jelas sekali terlihat bahwa sebuah media dalam pemberitaannya didominasi partai-partai tertentu.

Namun terlepas dari hal itu, kembali pada fungsi pers yaitu sebagai media informasi, kontrol sosial dan hiburan, juga media pendidikan. Dan media dapat menjadi sarana yang efektif dalam memajukan pendidikan pemilih dengan menyuguhkan kepada pemilih tentang bagaimana kapan dan dimana harus mencoblos, menyediakan informasi yang dibutuhkan pemilih untuk memahami ciri-ciri dari isu-isu, program dan rencana partai-partai maupun watak daripada calon legislatif. Sehingga masyarakat dapat mengetahui siapa saja yang bisa dipilih oleh rakyat, apa saja janji mereka sehingga masyarakat bisa memilih tokoh-tokoh yang dianggap paling cocok memimpin dan menjadi wakil rakyat. Disamping itu, media juga dapat berperan secara kritis dalam pendidikan kepentingan umum dan dalam meningkatkan peran serta pemilih secara kelompok, seperti di negara-negara tertentu wanita yang memiliki minat memilih yang lebih rendah. Karena itu media dapat mem-push golongan-golongan tertentu tersebut untuk ikut terlibat dalam pemilu. Media juga bersama masyarakat dan tim pemantau pemilu dapat memantau pemilu agar bisa berjalan dengn jujur dalam peliputan kampanye melalui berita dan informasi.

Dan yang tidak kalah pentingnya media harus mengikuti kode etik pers supaya bisa melaksanakan tugas secara maksimal. Media juga perlu menyiapkan calon presiden, parpol dan calon legislatif maupun pendukung bahwa kalah dalam sebuah pemilu adalah biasa. Karena di negeri ini jarang sekali pihak yang kalah mau menerima kekalahan dengan lapang dada. Banyak contoh dalam Pilkada disejumlah daerah seperti di Sulawesi Selatan dan Maluku Utara. Pihak-pihak yang kalah tidak mau menerima dan akibatnya menjadikan persoalan yang berkepanjangan yang juga melibatkan para pendukung masing-masing calon yang berujung pada bentrok dan tindakan anarkis.
Pemilu dapat membuahkan hasil yang diterima rakyat, jika benar-benar melaksanakan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia serta jujur dan adil. Untuk memenuhi prinsip itu, penyelenggaraan Pemilu tentu perlu dipantau oleh elemen masyarakat. Sejumlah organisasi pemantau Pemilu, seperti KIPP, KIPPDA, Forum Rektor, UNFREL dan sebagainya, menjadi pemantau pelaksanaan Pemilu. Namun, mereka tidak akan mampu memantau seluruh proses Pemilu di berbagai daerah dalam waktu yang sangat singkat. Karena itu media massa menjadi unsur pendukung, serta merupakan saksi rakyat. Media massa memantau pelaksanaan Pemilu dan menyiarkan/memberitakan hasil pantauannya, sehingga diketahui rakyat. Disinilah peran media massa dengan integritas tinggi sangat dibutuhkan.

Kumpulan Artikel

'........melihat, mengamati,merasakan, dan menuangkannya dalam tulisan.....'